Secara normal, tubuh manusia akan
merasakan sakit bila mengalami luka atau gangguan tertentu. Tapi hal tersebut
tidak akan pernah dirasakan oleh seorang gadis yang mengalami mutasi gen sejak
lahir.
Hal ini dialami oleh Ashlyn, gadis usia 10 tahun asal
Florida. Ia terlahir dengan kelainan ketidakpekaan rasa sakit kongenital
(bawaan), yaitu suatu kondisi langka yang disebabkan oleh mutasi genetik dan
tidak bisa merasakan sakit.
Ketidakpekaan rasa sakit kongenital ini tidak dapat
disembuhkan dan tidak ada pengobatan untuk menyembuhkannya. Hanya ada 45 sampai
50 kasus yang pernah dilaporkan.
Mutasi gen yang dialami Ashlyn berbentuk pilinan, sehingga
ia mengalami penurunan sensitivitas rasa sakit tapi ia masih mungkin merasakan
kehangatan dan sentuhan seseorang.
Ashlyn tidak menangis ketika ia dilahirkan, saat tumbuh
gigi, waktu lapar atau saat popoknya basah. Satu-satunya kondisi yang membuat
ia menangis adalah pecah gendang telinga ketika ia berusia 3 tahun.
"Gendang telinganya pecah dan ia mengalami perdarahan
dari telinga, dia merasakan tekanan untuk pertama kalinya," terang Tara
Blocker, ibunda Ashlyn, seperti dilansir dari Foxnews.
Menurut Tara, tanpa memiliki kemampuan untuk merasakan
sakit, Ashlyn sering mengunyah bibir bawahnya saat dia tertidur. Kondisi ini
pernah membuatnya mengalami bengkak parah.
Selain itu, penderita ketidakpekaan rasa sakit kongenital
lain juga sering mengalami cedera, seperti menggigit ujung lidah, merusak mata
atau bahkan membakar diri pada permukaan yang panas seperti kompor.
Dalam kasusnya, Ashlyn pernah mengalami luka bakar yang
parah saat tangannya dimasukkan ke dalam mesin cuci yang sedang menyala, ketika
ia masih berusia 2 tahun. Meski hal itu sama sekali tidak mengganggunya, tapi
Tara sangatlah cemas dan hanya bisa menangis.
Tahun-tahun terberat Ashlyn adalah ketika ia balita. Tapi
meskipun ia sering mengalami benjolan, memar dan luka bakar, orangtuanya tak
mengerti mengapa Ashlyn tak pernah menangis.
Keluarga Blocker mulai mengalami jalan panjang setelah
Ashlyn didiagnosis ketidakpekaan rasa sakit kongenital oleh seorang ahli
genetika pada tahun 2004. Tara pernah mendengar hal itu sebelumnya dan ia serta
suami senang, karena akhirnya mereka mengetahui penyebab mengapa Ashlyn tak
pernah menangis.
Pada tahun 2004, Dr Roland Staud mengundang Ashlyn dan
keluarganya untuk datang ke University of Florida guna melakukan studi dan
mempelajari lebih lanjut tentang kondisi yang jarang terjadi pada Ashlyn.
Tim peneliti melakukan tes pendahuluan, yaitu dengan
mengambil darah Ashlyn dan keluarganya untuk mendapatkan sampel DNA. Lima tahun
kemudian pada tahun 2009, tim Florida University menentukan bahwa Ashlyn
memiliki dua mutasi gen SCN9A, yang menutup sebuah molekul yang terlibat dalam arah
impuls saraf ke otak.
Gen SCN9A merupakan gen yang mengirimkan pesan nyeri dan
impuls saraf ke otak. Mutasi dari gen ini dapat memotong kedua fungsi tersebut,
sehingga menyebabkan ketidakpekaan rasa sakit. Dan bila gen ini menjadi terlalu
aktif, maka dapat menyebakan hipersensitivitas.
Akhirnya Dr Staud dan keluarga memutuskan untuk tidak akan
menghalangi terapi gen Ashlyn demi menghindari potensi yang memicu gen menjadi
terlalu aktif.
"Saya tidak akan pernah mau mengambil risiko
bermain-main dengan gen yang akhirnya nanti bisa membuat Ashlyn merasakan sakit
yang sangat ekstrem," jelas Tara.
Di antara banyak tes fisik, psikologis, genetis dan
neurologis yang telah dilakukan Dr Staud pada Ashlyn, ia menemukan bahwa Ashlyn
peka terhadap sentuhan, suhu dan getaran, tapi tidak peka terhadap sakit sakit
dan bau.
Pada tahun 2009, pergelangan kaki Ashlyn patah dalam
kecelakaan sepeda. Hal ini diketahui orangtuanya setelah tubuh Ashlyn
menunjukkan gejala bengkak dua hari kemudian.
Meski cedera yang dialami tidak begitu besar karena ia
tidak merasakan apa-apa, orangtua Ashlyn tetap khawatir dan menyadari adanya
bahaya infeksi. Akhirnya keluarga memintanya menggunakan kursi roda untuk
menghindari perkembangan infeksi dan mengurangi tekanan.
vivaforum
0 comments:
Post a Comment