Terjebak Kekuatan Sendiri



Tarik suara adalah dunianya sejak kecil, berbagai prestasi telah ia raih, mulai dari tingkat sekolah, kecamatan hingga nasional. Semua itu bisa diraih oleh Yohana Nainggolan berkat dukungan dan perhatian sang ibu. Namun suatu hari, sebuah penyakit kanker mulut rahim mengancam nyawa ibunya. Bagaimana Yohana menghadapi seorang yang begitu ia kasihi merenggang nyawa?
“Saya berusaha memeluk dan menyanyi bareng-bareng. Kita berdoa untuk kesembuhan mama. Saya mengharapkan mukjizat dari Tuhan,” tutur Yohana.
Namun Tuhan berkehendak lain, sang mama dipanggil Tuhan. Hal ini menjadi pukulan yang keras bagi Yohana.
“Semua orang sudah berkumpul sama dokter, ditangannya aku masih bisa merasakan detak nadi yang pelan-pelan habis, kosong, kaget. Aku merasa Tuhan tidak adil. Tuhan terlalu cepat mengambil seorang mama dalam hidupku. Aku masih membutuhkan seorang figur, seorang mama yang harus mengajarkanku banyak hal.”
Selama enam bulan Yohana terus menangis setiap mengingat sang mama. Kehilangan, sedih dan marah karena kepergian sang mama membuat Yohana tidak bisa konsentrasi pada pelajaran sekolahnya.
“Tuhan, aku tidak mau nyanyi! Aku tidak akan pernah menyentuh dunia tarik suara lagi. Tidak pernah mau menyenangkan hati Tuhan lagi! Aku tidak perduli lagi!” demikian protes Yohana kepada Tuhan.
Sekalipun ia berhasil lulus SMA namun Yohana gagal lolos ujian saringan masuk ke perguruan tinggi negeri, hal ini adalah ungkapan pemberontakannya. Namun ketika menyaksikan teman-temannya yang begitu ceria memasuki dunia perkuliahan, Yohana menyadari bahwa ia telah bertindak bodoh.
“Ketika saya merasa teman-teman sudah kuliah, mereka bilang kuliah itu enak kita bisa banyak kenalan. Disitulah saya sadar, aku sudah membuang-buang waktuku untuk hal-hal tidak berguna. Aku harus berjuang untuk diriku sendiri. Aku tidak mau jadi orang yang sia-sia. Akhirnya aku mengulang SPMB di tahun 2003. Aku merasa Tuhan tidak ada. Untuk apa aku harus mengadalkan Tuhan. Paling aku harus belajar lebih keras dari yang seharusnya. Pasti bisa berhasil.”
Dengan tekad kuat dan kerja keras Yohana berhasil masuk ke sebuah perguruan tinggi negeri. Di tahun yang sama, seorang teman mengikutkannya ke sebuah kontes menyanyi. Sejak itu, selain kuliah Yohana juga sibuk meniti karir dalam dunia tarik suara.
Yohanapun berhasil menempuh kuliah hanya dalam tiga setengah tahun. Ia masuk dalam dunia kerja dan menekuni bidang periklanan. Yohana jadi orang yang gila kerja, hidupnya hanya untuk kerja.. kerja dan kerja.
“Tuhan menjadi nomor kesekian, bahkan nomor ke seratus mungkin, karena aku bisa melakukan segala sesuatunya sendiri.”
Hingga tiba di tahun 2008. Saat itu Yohana sedang berada di kampong halamannya, Medan.
“Saat itu Jo sedang naik motor sama teman, ada anak kecil yang mengarah ke kita. Akhirnya kita jatuh, saya nahan seluruh bobot badan dengan kaki kiri. Ngilu karena memar, tapi saya tidak memperdulikannya.”
Hingga seminggu setelah kejadian, sesuatu yang tidak pernah dipikirkannya terjadi.
“Saya terbangun, dan tidak bisa berjalan sama sekali.”
Yohana pun menghubungi sang kakak, ia akhirnya dilarikan kerumah sakit. Disana Yohana diobservasi secara menyeluruh.
“Saat itu terlihat persambungan tulang kaki dan tulang badan bergeser dua kepalan.” Namun bukan hanya kelumpuhan yang dihadapinya, namun maut juga mengintainya.
“Terdeteksi bahwa benjolan di sebelah kanan (dekat tulang selangka) ini adalah cikal bakal kanker kelenjar limfa, jadi harus segera diangkat.”
Tidak pernah terbayang olehnya, penyakit sejenis yang merengut nyawa mamanya akan menjangkitinya juga. Terbayang jelas kematian akan segera menjemput, namun Yohana tidak ingin mati secepat itu. Depresi, sedih, marah dan putus asa yang dirasakannya.
“Aku ngga berani, aku ngga siap untuk menghadapi semua itu. Aku bilang sama abangku: Aku tidak mau dioperasi.”
Wanita yang sebelumnya menantang Tuhan dan berkata tidak membutuhkan Tuhan itu kini terduduk di kursi roda dan menunggu maut menjemputnya. Teman, sahabat, bahkan pacar meninggalkannya. Karir, dunia tarik suara dan semua yang ia banggakan kini lenyap sudah.
Sekalipun ia berusaha untuk tetap tegar, namun ia tetap tidak berdaya. Berbagai pengobatan dan dokter didatangi, namun tidak satupun yang membuahkan hasil. Hingga seorang kerabat datang dan menawarkan pertolongan.
“Kakaknya mama, dari Aceh seorang herbalist. Dia bisa merawatku 24 jam. Aku hanya bisa bilang: Tuhan, kalau ini jalan-Mu luruskan jalanku. Bukakan jalannya. Aku berdoa meminta kepada Tuhan untuk hal itu.”
Tahun 2009, Yohana berangkat menuju Aceh. Disana ia menjalani berbagai proses pengobatan. Dalam perjalanannya mencari kesembuhan, sebuah intervensi dari Tuhan terjadi.
“Waktu sedang istirahat, ada seorang pengamen yang datang. Aku mengintip dari jendela. Dia nyanyi di depan pintu, lagunya itu “Hodo Rajaku”, Kaulah Rajaku. Lagu itu menceritakan bahwa Tuhan adalah awal dan akhir bagi hidup seluruh manusia. Dan hanya kepada Dialah satu-satunya tempat kita berlindung. Setelah pengamen selesai bernyanyi, saya langsung menangis. Saya langsung minta ampun sama Tuhan bahwa saya telah terlalu jauh berjalan selama ini. Saya sudah terlalu jauh menyimpang. Saya berjanji sama Tuhan kalau aku sembuh nantinya, aku akan kembali bernyanyi. Aku bernazar aku akan menceritakan kasih Tuhan. Aku berserah mulai detik ini Tuhan yang mengatur alur hidupku.”
Hari itu, seorang anak yang terhilang telah kembali kepada Bapa. 
”Rasanya sangat senang, rasanya seperti pulang kembali,” ungkap Yohana.
Satu bulan Yohana berada di Aceh bersama tantenya. Disana ia menjalani berbagai pengobatan dan juga terapi, namun ada satu hal yang berbeda, Yohana setiap hari selalu berdoa agar mukjizat Tuhan terjadi dalam hidupnya.
“Dalam hati kecil aku berkata: Aku sembuh, aku pasti sembuh! Melalui proses pengobatan, aku menciptakan sebuah lagu yang menjadikanku kuat dari hari ke hari. Selain itu aku juga mulai berdoa puasa, setiap bangun pagi dan berdoa aku pasti selalu menyanyikan lagu itu sebagai persembahan.”
Seperti iman yang ia ungkapkan melalui syair lagunya, Tuhan tidak pernah meninggalkannya. Setelah melewati proses terapi, ia mengalami mukjizat kesembuhan.
“Prosesnya berlahan-lahan, jalan pelan-pelan setiap pagi. Dokter juga kaget pas tahu bisa jalan normal dan juga pembengkakan yang dekat leher mengempis. Tidak ada sama sekali sampai sekarang nih..” ungkap Yohana sambil memperlihatkan bekas kanker itu berada.
“Engkau adalah Allah Bapa yang menyembuhkanku. Engkau Tuhan yang tidak pernah meninggalkanku sendiri,” demikian pengakuan iman Yohana.
Sesuai dengan nazarnya, Yohana membuat sebuah album rohani yang ia persembahkan kepada Tuhan. Melalui albumnya ini, ia ingin menguatkan orang-orang yang mengalami tantangan dalam hidupnya dan juga memberikan semangat kepada anak-anak penderita kanker. Ia sadar betul saat ini, bahwa apapun yang ia lakukan bukan karena kuat dan gagahnya, semuanya itu hanya karena kasih karunia Tuhan saja. 

sumber kesaksian: Yohana Nainggolan

sumber:www.jawaban.com

0 comments:

Post a Comment