Seorang pengembara suatu ketika menemukan sebuah gereja kecil di suatu lembah yang terpencil. Karena dia seorang Kristen, dia berhenti sejenak untuk membaca papan gereja yang tergantung pada sebuah dahan pohon. Betapa terkejutnya dia ketika dia melihat bahwa gereja tersebut mengadakan kebaktian pada hari Kamis pukul 2:45 sore. Nah, kebetulan hari itu adalah hari Kamis dan waktu untuk kebaktian sebentar lagi tiba, jadi si pengembara duduk di bawah bayangan pohon tersebut dan menanti. Rasa ingin tahunya telah terangsang dan dia penasaran mengapa gereja ini memilih waktu yang sedemikian aneh untuk melaksanakan kebaktian mereka. Setelah menunggu sejenak, dia melihat seorang yang cukup tua mendekat ke gedung gereja, yang dia tebak adalah gembala sidang gereja tersebut. Orang itu membuka pintu gereja dan masuk ke dalam.
Awalnya si pengembara berpikir dia akan masuk dan menanyakan orang tersebut tentang waktu kebaktian yang tidak lazim itu, tetapi dia akhirnya memutuskan untuk menunggu sebagian anggota jemaat datang.
Waktu yang ditetapkan untuk mulai kebaktian tiba, tetapi tidak ada seorang pun yang datang. Akhirnya, 20 menit kemudian para anggota jemaat mulai berdatangan, dan sampai dengan setengah jam setelah waktu seharusnya kebaktian mulai, gereja tersebut telah penuh.
Ketika pujian-pujian dimulai, si pengembara menyelinap masuk melalui pintu dan mendapatkan sebuah kursi. Sambil dia menaikkan lagu-lagu himne, dia bertanya-tanya, kejadian apa, atau ayat Alkitab apa, atau keputusan denominasi seperti apa yang dapat menyebabkan gereja ini mengubah hari kebaktian mereka dari Minggu menjadi Kamis.
Pertanyaan ini terus menerus menggelitik dia sepanjang kebaktian. Dia tidak mendengar adanya pengajaran yang aneh dalam khotbah, dan sama sekali tidak mendapatkan petunjuk mengapa mereka bertemu pada waktu yang sedemikian aneh, hingga mereka selesai menyanyikan lagu terakhir.
Lalu sang gembala mengumumkan waktu kebaktian minggu depan. Dengan serius dia menyatakan kepada jemaat bahwa kebaktian akan dimulai pukul 3:15 sore minggu depan.
Si pengembara lebih heran lagi. Dia bertanya-tanya apakah waktu kebaktian berubah-ubah setiap minggu, dan dia memutuskan untuk bertanya kepada pengkhotbah tua itu. Dia menunggu hingga semua orang telah pergi, dan ketika sang gembala keluar untuk mengunci pintu, pengembara mendekat kepadanya dengan sebuah pertanyaan,
‘Saudara, saya harapa anda tidak keberatan saya bertanya, tetapi saya benar-benar ingin tahu mengapa gereja ini bertemu pada hari Kamis, dan mengapa kebaktian minggu depan setengah jam lebih belakangan dibandingkan kebaktian minggu ini.’ Pengkhotbah tua itu menutup pintu gereja, dan mengunci pintu sebelum ia menjawab,
‘Oh, sama sekali tidak mengapa. Kami memang dulu mengadakan kebaktian pada hari Minggu seperti semua orang lain, tetapi orang-orang kami sepertinya tidak bisa datang tepat waktu. Bertahun-tahun saya mencoba membuat mereka datang tepat waktu, tetapi mereka menolak semua bujukan dan dorongan saya. Jadi, akhirnya saya memutuskan bahwa saya akan membiarkan mereka yang menentukan jam kebaktian. Jika mereka mau terlambat setengah jam, maka waktu itulah yang akan dipakai untuk kebaktian minggu depan. Jadi waktu kebaktian kami telah lambat laun bergeser hingga sekarang kami bertemu pada hari Kamis. Dan itulah mengapa kami akan bertemu setengah jam lebih lambat minggu depan.’
Si pengembara sedemikian terkejut dengan jawaban ini sehingga dia bahkan tidak sadar ketika si gembala itu telah pergi. Dan kemudian mulailah dia sadar bahwa selama ini dia sendiri juga sering terlambat ke gereja dari minggu ke minggu. Dan dia melihat bahwa dia telah membiarkan hal-hal yang kecil dan konyol dan tidak penting mendapatkan prioritas dibandingkan datang berjemaat dan memuji Tuhan. Dan dia bertanya-tanya, apa yang akan terjadi jika semua gereja mengubah jadwal kebaktian mereka untuk mengakomodasikan mereka yang terlambat.
Bagaimana menurut anda?
0 comments:
Post a Comment