Perjuangan Seorang Istri



Ada seorang guru di kampung Dakou kota Liushan, tepatnya di pedalaman pegunungan Tuniu. Da Chanyun demikian namanya, ia memperistri Li Zhengjie yang tidak memilki pendidikan. Da Chanyun adalah tumpuan harapan dari 500 KK yang tersebar di kampung Dakou. Setelah lulus SMA, ketika itu usianya 19 tahun, Chanyun memutuskan menjadi seorang guru SD di kampung Dakou. Pria asal kampung Nancao, Provinsi Henan ini adalah seorang guru yang gigih. Selama sepuluh tahun, setiap bulan dia hanya memperoleh gaji guru sebesar RB. 6.5 (atau sekitar Rp. 7.000,-). Suatu hari, di tempat ia mengajar, bencana datang menimpanya. Saat itu adalah musim panas. Hujan badai membasahi ruangan kelas sekolahnya. Biasanya, di liburan musim panas, orang-orang di kampung itu mengumpulkan uang untuk memperbaiki sekolah, Du Chanyun begitu bersemangat bekerja, kehujanan pun tetap kerja memindahkan batu, seluruh badan basah kuyup. Akhirnya pada suatu hari, dia jatuh sakit, sakit berat karena kehujanan dan capek. Sayangnya, setelah sembuh ia mendapatkan tubuhnya dia sudah tidak mampu dibuat berdiri lagi. Tubuh sisi kirinya tidak dapat digerakkan. Meski begitu, ia khawatir, mengajar akan menjadi sebuah mimpi yang jauh baginya. Istrinya, Li Zhengjie merasakan isi hati sang suami. Untuk menentramkannya, Li mengatakan, “Kamu jangan kuatir, meski kamu tidak bisa jalan saya akan menggendongmu sampai sekolah, dan kamu bisa mengajar lagi” demikian ujar wanita dari kampung yang buta huruf ini. Tak urung, Li memikul tanggung jawab keluarga. Setiap hari, ia harus menggendong suaminya menjadi seorang guru dari rumah sampai sekolah yang jaraknya 6 mil. Setiap hari mulai pagi-pagi, Li Zhengjie bangun menanak nasi, membangunkan 4 anggota keluarganya dan menyiapkan mereka makanan. Setelah makan, ia harus menggendong suaminya berangkat mengajar.
Di sepanjang jalan, Li meraba saat ia menyebrangi sungai di antara bebatuan besar. Jarak yang cukup jauh dengan menggendong suaminya, ia sering merangkak jatuh bangun sampai tiba di sekolah. Di sekolah, Li menempatkan suaminya di kursi lalu menitipkan ke beberapa murid yang badannya agak besar, lalu ia bergesa-gesa balik pulang.Karena di rumah masih ada sawah yang menunggunya untuk dikerjakan. Sejak memikul tanggung jawab mengendong suaminya, ia merasa ada kekuataan selama ia menjadi istri Da Chanyun. Walaupun jarak dari rumahnya ke sekolah tidak ada jalan lain, selain dari jalan tikus, dengan batu-batuan yang berserakan, ranting-ranting pohon, sungai kecil. Ia tetap menggendong selama 17 tahun.

Pada suatu hari di musim hujan, saat itu, baru saja turun hujan lebat, Li Zhengjie seperti hari biasa menggendong suaminya berangkat. Air sungai saat itu melimpah menutup batu injakkan kakinya. Li Zhengjie sudah hati-hati meraba-raba batu pijakan, namun tidak disangka ia tergelincir. Arus sungai yang deras menghanyutkan mereka sampai 10 meter lebih. Untung mereka tertahan oleh ranting pohon yang melintang di hulu sungai. Setelah lebih kurang setengah jam, Li berusaha berjuang untuk bisa keluar dari seretan arus yang kuat. Kebetulan ayahnya Da Chanyun melintasi sungai tersebut. Ketika ia melihat anak da menantunya berjuang melawan arus, ia menarik anak dan menantunya, akhirnya mereka baru berhasil diselamatkan. Mereka lolos dari ancaman maut. Dalam beberapa tahun ini, Li Zhengjie terus menggendong suaminya. Entah sudah berapa kali ia jatuh bangun. Pernah suaminya jatuh di posisi bawah. Kadang-kadang Li Zhengjie jatuh di posisi bawah. Suatu hari Li Zhengjie punya akal, setiap jatuh dia berusaha duluan menjatuhkan tubuhnya yang kekar menahan batu yang mengganjal. Li Zhengjie telah berjuang membantu suaminya siang dan malam. Ia bekerja keras tanpa mengenal lelah. Sang suami, melihat dengan jelas perjuangan istrinya itu hatinya merasa iba. Du Chanyun memulai rencana agar sang istri bisa meninggalkannya, ia tak ini sang istri menderita. Untuk mencapai tujuan ini, dia mengubah karakternya, sengaja ia mencari gara-gara untuk bertengkar. Du Chanyun, mulai memakinya. Tentu saja Li Zhengjie merasa tertekan. Setelah 2 kali ribut besar, akhirnya mereka sungguh-sungguh akan bercerai.

Di hari perceraian yang ditunggu, Li Zhengjie menggendong suaminya naik sepeda. Ia sangat berhati-hati mendorong suaminya ke kelurahan setempat. Semua orang sangat mengenal sepasang suami-istri yang dikenal akrab ini. Begitu melihat kedatangan mereka, semua orang yang berada di kantor merasa gembira dengan kedatangan mereka. Tiba2 suasana di kejutkan dengan pernyataan mereka yang ingin meminta perceraian mereka. “Saya tidak pernah melihat wanita menggendong suaminya ke lurah minta cerai, dan kami tidak mau melayani. kalian pulang saja,” ujar pihak kelurahan. Setelah keributan minta perceraian tenang kembali, Li Zhengjie hanya mengucapkan sepatah kata pada suaminya. “Walaupun nanti kamu tidak bisa bangun lagi, saya akan tetap menggendong kamu sampai tua.” mendengar penuturan istrinya, Da Chanyun memandang istrinya dengan berlinangan air mata. "Meski kamu tidak lagi suka dengan saya, saya tetap akan mencintaimu sampai tua." lanjut istrinya. Sang suami mengembangkan tangannya untuk memeluk istrinya. Istrinya pun mendekat untuk memeluk suami tercintanya.

Kondisi di sekolah tempat Du Chanyun mengajar sangat parah. Meski demikian, kedua pasang suami istri ini bisa memberikan pendidikan yang baik buat anak-anak. Di sekolah itu, fasilitas pendidikannya sangat kurang baik. Tidak ada alat musik dan tidak ada poliklinik. Namun Du Chanyun menggunakan daun membuat irama musik buat anak-anak, sehingga mereka bisa memainkan musik meski hanya dengan daun. Sedang Li Zhengjie naik ke gunung mencari obat ramuan. pada musim panas dia memasak obat pendingin buat anak-anak, pada musim dingin masak obat anti flu buat anak-anak. Di bawah bantuan sang istri, selama 17 tahun Da Chanyun tidak pernah membolos dalam mengajar. Baik dalam musim dingin, hujan dan panas tidak menjadi halangan buat mereka untuk pergi ke sekolah. Suatu hal yang menggembirakan, data yang terkumpul dari kepala sekolah tentang hasil ujian negeri bulan April, tingkat siswa yang lulus dari sekolah SD tersebut mencapai 100 %. keberhasilan dan kegigihan sepasang suami istri ini mendapat sanjungan dari berbagai pihak. Baik dari kalangan masyarakat setempat, pemerintah propinsi dan keluarga besar mereka. ***

0 comments:

Post a Comment