Imbalan Yang Setimpal



Pada suatu hari, ayahku menyewa tiga orang pemuda untuk membantunya menyimpan panen jerami. Sorenya, dia mengumpulkan ketiganya untuk memberikan upah. “Berapa yang harus dibayar, John?” tanya ayah kepada pemuda pertama yang dipekerjakannya. “55 dolar, Pak Burres,” jawab John. Ayah menuliskan cek senilai 55 dolar untuknya. “Terima kasih atas jerih payahmu, John,” kata ayahku dengan hormat. “Berapa yang harus kubayar, Michael? tanya ayah kepada pemuda kedua, yang jumlah jam kerjanya sama dengan John. “Anda harus membayar 75 dolar”, kata Michael. Dengan terkejut, ayahku bertanya perlahan, “Bagaimana cara menghitung sampai jumlahnya sebegitu, Michael?” “Begini”, kata Michael, “saya menghitung sejak saya masuk ke dalam mobil untuk berangkat ke tempat kerja, sampai saya tiba di rumah, ditambah bensin dan uang makan”. “Uang makan? meskipun makanan sudah disediakan?” “Yep”, jawab Michael. “Oh, begitu”, kata ayahku sambil menuliskan cek senilai 75 dolar yang diminta. “Kalau kau bagaimana, Nathan?” tanya ayah. “Berapa yang harus kubayar?” “Bapak bayar 38 dolar dan 50 sen, Pak Burres,” kata Nathan. Sekali lagi ayahku kaget pada perbedaan jumlah yang diminta. Pemuda ketiga ini, seperti dua yang lain, dipekerjakan untuk pekerjaan yang sama dan telah bekerja sejumlah waktu yang sama (dan berasal dari kota kecil yang sama, yang hanya beberapa mil jauhnya). Ayahku meminta penjelasan. “Dan bagaimana kau menghitung sampai jumlahnya sebegitu, Nathan?” “Yah”, kata Nathan, “saya tidak minta upah untuk waktu istirahat siang, karena istri Bapak memasak dan menyiapkan makan siang. Saya tidak bayar bensin karena saya datang bersama teman-teman saya. Jadi jumlah jam kerja saya cukup untuk diberi upah 38,50 dolar.” Ayahku lalu menuliskan cek senilai 100 dolar. Ayah lalu memandang ketiga pemuda itu, yang terdiam oleh perbuatan ayahku, semua agak bingung dengan jumlah yang berbeda dalam cek mereka masing-masing. “Saya selalu membayar orang sesuai dengan nilainya, Nak. Dari tempat asalku, kami menyebutnya imbalan yang setimpal.” Dia memandang ketiga pemuda di hadapannya dengan bijak, dan dalam gaya kebapakannya yang khas menambahkan,

“Nilai-nilai dalam diri seseorang menciptakan nilai orang tersebut.”

0 comments:

Post a Comment