Een Nuraini, putri dari tenaga kerja Indonesia yang dipancung, Ruyati, mendatangi Komisi Nasional Perempuan, Senin (27/6/2011). Ia didamping oleh Ketua Migrant Care, Anis Hidayah. Mereka meminta Komnas Perempuan membantu Pemerintah Indonesia untuk memberikan penjelasan resmi terkait proses hukum Ruyati dan pemulangan jenazahnya.
Di tengah pertemuan dengan Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chusaifah, Een menumpahkan kekecewaan dan kemarahannya kepada Arab Saudi yang telah memancung ibunya.
"Kepada Arab Saudi, cukup ibu saya korban terakhir. Masa manusia dipotong seperti sapi. Ibu saya bukan binatang. Saya sangat terpukul, enggak terima, enggak terima ibu saya meninggal dengan cara sadis," ujar Een sambil menangis terisak, di Kantor Komnas Perempuan.
Ia juga menyatakan, Arab Saudi harus bersikap adil kepada pekerja rumah tangga. Menurut dia, di negara itu sering kali meremehkan pekerja Indonesia. Merujuk pada kematian ibunya, menurut Een, itu karena perlakuan tak menyenangkan dari majikan, hanya karena ibunya seorang pekerja rumah tangga. Namun, ia tak kuasa menjelaskan perlakuan terhadap ibunya.
"Para majikan jangan meremehkan pembantu rumah tangga. Siapa pun yang terinjak-injak pasti akan marah. Jangan mentang-mentang ibu saya pembantu, lalu diperlakukan semena-mena. Jangan meremehkan PRT," tegasnya.
Ia menuntut Arab Saudi juga menghukum mati majikan asal Arab Saudi yang membunuh TKI Kikim Komalasari. Kikim dibunuh dan dianiaya oleh majikannya pada November 2010.
"Kalau memang membunuh itu harus dibalas dengan hukum pancung, jangan cuma pembantu saja yang dihukum pancung. Pemerintah Arab Saudi juga harus memberi hukum pancung kepada majikan Komalasari, yang membunuhnya," kata Een.
Ia meminta pemerintah menghentikan saja pengiriman TKI ke Arab Saudi dan meminta mengembalikan jenazah ibunya segera ke Indonesia. "Jangan sampai ada korban-korban lain lagi seperti ibu saya. Cukup ibu saya saja. Jenazah ibu saya (Ruyati) segera dibawa pulang," katanya.
Seperti diberitakan, Ruyati merupakan TKI asal Bekasi yang dituduh membunuh majikannya, perempuan Saudi, Khairiya binti Hamid Mijlid. Akibat tuduhan itu, ia divonis hukuman pancung. Ruyati kemudian dipancung pada 18 Juni 2011.
Eksekusi ini dilakukan tanpa diketahui oleh pihak keluarga maupun Pemerintah Indonesia. Hal ini membuat keluarga Ruyati marah. "Keluarga di Bekasi marah dan kecewa. Mereka enggak terima (pemancungan Ruyati)," tandas Een.
sumber: kompas.com
0 comments:
Post a Comment