Hukuman Mati Dikecam



Setelah menuai kecaman meluas di Indonesia, eksekusi mati tenaga kerja wanita asal Indonesia di Arab Saudi, Ruyati (54), kini juga dihujat ketua konferensi negara-negara maju G-20, Perancis. Uni Eropa jelas menolak keras hukuman mati.
”Atas alasan apa pun, tidak bisa diterima lagi di abad ke-21 ini masih ada hukuman pancung dan praktik perbudakan terhadap pekerja,” ucap Penasihat Bidang Asia untuk Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, Bertrand Lortholary, kepada wartawan Kompas Pascal S Bin Saju di Istana Presiden Perancis di Paris, Jumat (24/6) petang.
Ketua G-20 ini lebih lanjut mengatakan, Uni Eropa juga menolak keras hukuman mati terhadap para pekerja di negara mana pun dan atas alasan apa pun.
Lortholary juga mengatakan, Perancis mengingatkan negara anggota G-20 sebagai mitra, termasuk Indonesia, untuk melindungi warganya di luar negeri. Ia mengaku ikut memantau perkembangan berita pemancungan Ruyati pekan lalu, kasus tenaga kerja Indonesia (TKI)—termasuk 22 migran asal Indonesia yang masih menunggu hukuman mati di Arab Saudi, serta lainnya dari media.
”Indonesia diharapkan berusaha keras melindungi para pekerjanya di luar negeri. Peraturan internasional untuk para pekerja dan hak asasi manusia harus ditaati,” kata penasihat Presiden Sarkozy ini.
Menurut dia, masalah perlindungan para pekerja di luar negeri adalah salah satu fokus keputusan pertemuan para menteri G-20, Rabu lalu, di Paris.
Presiden Sarkozy, menurut Lortholary, sudah berbicara dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan masalah itu. Apa pun alasannya, sistem perbudakan atas pekerja tak bisa diterima di abad ke-21.
Sangat ironis apabila ada negara anggota G-20 tidak bisa melaksanakan komitmen ini. Sarkozy juga sudah mendapat informasi soal hal ini dari Pemerintah RI. Rakyat Perancis, menurut dia, juga sangat prihatin atas hukuman mati terhadap TKI di Arab Saudi.
Perancis, kata Lortholary, dan negara-negara anggota G-20 lainnya menyatakan bahwa G-20 mendukung upaya RI untuk melindungi warganya, terutama para pekerjanya di luar negeri.
”Kami akan dukung usulan Indonesia di berbagai forum dunia untuk adanya peraturan ketat bagi perlindungan tenaga kerja di luar negeri,” tuturnya.
Dalam pertemuan para menteri pertanian G-20, Rabu lalu, Indonesia dijadikan modul proyek perlindungan tenaga kerja di luar negeri serta modul pemberantasan korupsi. Di forum ini, Indonesia juga duduk dalam kelompok kerja (working group) perlindungan tenaga kerja. Hal itu juga mempertimbangkan substansi pidato Presiden Yudhoyono di forum PBB sebelumnya di Geneva.
Di forum ILO itu, Presiden Yudhoyono menyampaikan enam program prioritas Indonesia dalam menangani permasalahan buruh migran. Karena pidatonya dianggap ”menginspirasi”, ratusan delegasi peserta konferensi buruh internasional langsung memberikan tepuk tangan meriah.
Ironinya, Indonesia ternyata gagal melindungi nasib para pekerja, TKI, di luar negeri, termasuk kasus Ruyati dan sejumlah TKI lain.

sumber:kompas.com

0 comments:

Post a Comment