Setiap Satu Menit, Satu Orang Indonesia Mengalami Kebutaan



Setiap satu menitnya, satu orang di Indonesia megalami kebutuaan, dan sebagian besar kebutaan yang terjadi itu berada di lingkungan masyarakat miskin. Penyebab terbesar kebutaan di Indonesia masih disebabkan oleh tiga penyakit yaitu katarak, gloukoma, dan kelainan refraksi.

Direktur Pelayanan Medik Spesialistik Departemen Kesehatan Ratna Rosita mengatakan, tingkat kasus kebutaan di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu setiap satu menit diperkirakan satu orang menjadi buta. Bahkan, berdasarkan perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO), 12 orang di dunia menjadi buta setiap menitnya, dan parahnya empat orang di antaranya itu adalah di kawasan Asia Tenggara.

”Sebagian besar kasus kebutaan itu terjadi di daerah miskin dengan kondisi perekonomian yang sangat lemah,” kata Rosita, usai meresmikan fasilitas baru Cicendo IAPB-Zeiss Ophthalmic Training Center di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, 

Dibandingkan dengan angka kebutaan di negara-negara Asia Tenggara, tingkat provalensi kebutaan di Indonesia tergolong tinggi, yaitu mencapai 1,5 persen. Sedangkan di negara-negara lainnya, seperti Bangladesh hanya 1 persen, di India hanya 0,7 persen, Thailand 0,3 persen. Penyebab tertinggi kebutaan tersebut adalah buta katarak, mencapai 0,78 persen, sementara kebutaan karena glaukoma dan kelainan refraksi, masing-masing 0,20 persen dan 0,14 persen.

Berdasarkan data Departemen Kesehatan, setiap tahun terjadi sekitar 210.000 kasus katarak, sedangkan yang berhasil dioperasi hanya 70 persennya, yaitu 80.000 orang per tahun. Akibatnya, terjadi penumpukan kasus katarak setiap tahunnya yang makin tinggi.

Tingginya angka kebutaan dan rendahnya kemampuan menangani kebutaan masyarakat itu dikarenakan masih belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan mata, mahalnya biaya operasi, dan rendahnya ketersediaan tenaga ahli di Indonesia. Bahkan, perhatian masyarakat untuk kesehatan mata juga dinilai sangat rendah.

Menurut Direktur RS Cicendo Bandung Farida Sirlan, selain katarak, kelainan refraksi juga menjadi ancaman bagi masyarakat, khususnya anak-anak usia sekolah. Diperkirakan, sekitar 25 persen penduduk Indonesia mengalami kelainan refraksis, dan 10 persen penderitanya adalah anak-anak usia sekolah. Sayangnya, dari sekitar 50 juta penduduk yang menderita kelainan refraksis, hanya seperdelapan yang mampu membeli kaca mata.

Ketersediaan tenaga medis kesehatan mata seharusnya, kata Farida, adalah 1 dokter menangani 100.000 orang. Itu berarti harus tersedia 2.000 dokter mata, sedangkan yang sudah tersedia saat ini baru 800 dokter mata. (THT).


detikforum

0 comments:

Post a Comment