Hati Yang Memaafkan



“Saya tidak akan terlalu sakit kalau ia hanya mendiamkan saya, walau saya telah berupaya mengajaknya bicara dan merayunya. Tapi kalau sudah ia marah dan mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakitkan, aduh…. Saya sakit sekali. Saya merasa tidak bahagia dan tidak berguna…” keluh si Cantik dengan tatapan mata suram. Wajah cantiknya yang biasa cerah, bagai hilang tertutup awan kelabu. Tak tahan rasanya menatap mata yang berkaca-kaca.

“Kalau sudah begitu saya hanya bisa diam. Saya hanya mampu menelan semua kata-kata menyakitkan itu dengan diam… yah… saya hanya menelannya…..” isaknya dalam keheningan di antara kami.

Aku turut merasakan kesedihannya, dan aku hanya bisa mengatakan agar Cantik sabar dan tabah menghadapi semua ini, dan jangan sama sekali terpancing untuk larut dalam perdebatan yang hanya akan mengarah kepada pertengkaran yang tak habis-habisnya. Aku juga menasihatkan Cantik untuk tidak hanyut dalam kesedihan berkepanjangan, tetapi coba untuk keluar dari situasi tak nyaman itu dengan merubah suasana hati menjadi sukacita

Ini memang sangat sulit, tetapi dengan penyertaan TUHAN dalam setiap apa yang kita perbuat, kita pikirkan dan kita rasakan, maka semua beban berat itu akan terasa lebih ringan, dan dengan tenang kita bisa menangkap pesan dan suara TUHAN terhadap apa yang harus kita lakukan.

Mungkin masalah kita sangat besar dan sangat sulit kita tanggungkan, tetapi bila kita memandang bahwa TUHAN itu lebih besar daripada masalah kita, dan Dia Maha Sempurna dan Maha Penolong, maka kita punya pengharapan, bahwa Dia mampu dan mau melepaskan beban kita dan menggantinya menjadi kelegaan besar. Yang penting, hati pikiran kita terfokus pada TUHAN, bahwa TUHAN memberikan yang terbaik bagi kita.

Aku tak tahu apakah Cantik bisa menerima apa yang kukatakan, tapi aku percaya dalam ketenangan dan persekutuannya dengan TUHAN, Cantik pasti mampu bertahan untuk kebahagiaan rumahtangganya.

Saudaraku terkasih,
Aku jadi ingat akan kisah tentang seorang anak lelaki yang berwatak buruk. Suatu ketika ayahnya memberi dia sekantung paku, dan menyuruh anaknya memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain. 

Hari pertama dia memaku 37 batang di pagar. Pada minggu-minggu berikutnya dia belajar untuk menahan diri, dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari. Dia mendapatkan bahwa lebih gampang menahan diri daripada memaku di pagar. Akhirnya tiba hari ketika dia tidak perlu lagi memaku di pagar,dengan gembira disampaikannya hal itu kepada ayahnya. 

Ayahnya kemudian menyuruhnya mencabut sebatang paku dari pagar setiap hari bila dia berhasil menahan diri dan bersabar. Hari-hari berlalu dan akhirnya tiba harinya dia bisa menyampaikan kepada ayahnya bahwa semua paku sudah tercabut dari pagar.

Sang ayah membawa anaknya ke pagar dan berkata, “Anakku, kamu sudah berlaku baik, tetapi coba lihat betapa banyak lubang yang ada di pagar. Pagar ini tidak akan kembali seperti semula. Kalau kamu berselisih paham atau bertengkar dengan orang lain, hal itu selalu meninggalkan luka seperti pada pagar. 

Kau bisa menusukkan pisau di punggung orang dan mencabutnya kembali, tetapi akan meninggalkan luka. Tak peduli berapa kali kau meminta maaf atau menyesal, lukanya akan tinggal.

Saudaraku,
Luka melalui ucapan sama perihnya seperti luka fisik. Isteri, suami, anak, orang tua, saudara, sahabat, teman adalah perhiasan yang langka. Mereka membuatmu tertawa dan memberimu semangat, rasa senang, bahagia dan damai. Mereka bersedia mendengarkan jika itu kau perlukan, mereka mendukung dan membuka hatimu untuk melakukan kebaikan. 

Tunjukkanlah kepada isteri, suami, anak, orang tua, saudara, sahabat, atau teman, betapa kau menyukai dan menyayangi mereka. Sapa mereka dengan ramah. Dengarkan mereka dengan tulus dan penuh perhatian. 

Satu saat mungkin saja terjadi kesalah-pahaman dan pertengkaran diantara kita dan orang-orang yang kita kasihi, hati-hatilah dengan ucapan kita, jangan sampai terlontar kata-kata yang nantinya malah akan kita sesali dan berdampak menyakiti orang-orang yang kita kasihi dan menyakiti diri sendiri. Lebih baik berdiam diri sejenak, dan bicaralah dari hati ke hati kalau suasana sudah menjadi tenang.

Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi (Yohanes 13:34).

0 comments:

Post a Comment